1. Judul Cerita
“Aku vs Ayahku”
3. Tokoh
- 1. Citra Kurnia Sari sebagai Marni
- Buce F Henuk sebagai Marjuki
- Yadmi lian sebagai Anto
- Wike Arniar sari sebagai Cepi
- Anaci Lamu sebagai Irna
- Marlina sebagai Audi
- Maya E Benu sebagai Lala
- Ira Yuditya sebagai Bu Wiwik
- Endang E sebagai Narator
4. Konsep cerita
Konsep cerita dalam “ Aku vs Ayahku” adalah cerita drama remaja yang menggambarkan sebuah cerita yang sering ditemui di sekitar kita namun diselingi dengan unsur-unsur komedi sehingga tidak terasa membosankan bagi penikmat drama.
Cerita ini adalah cerita yang kami ambil dari salah satu naskah Budi Ros yang berjudul sama “Aku vs Ayahku”
5. Synopsis cerita
Kisah tentang sepasang anak remaja yang saling jatuh cinta, namun cinta mereka ditolak oleh ayah si perempun (marjuki).
Marni yang merasa tidak adil dengan sikap penolakan si ayah, nekat untuk kabur dari rumah, semua temannya berusaha untuk membujuknya. Namun si anto sebagai pacar mari pun merasa putus asa menghadapi ayah si marni……
Akankah kisa in I berakir indah, mari kita saksikan ….!!!!
6. Konsep panggung
Cerita ini terdiri dari 5 babak. Babak pertama dan ke dua adalah aula sekolah dan babak ke tiga dan empat adalah sebuah taman, babak ke lima adalah di rumah marjuki dan marni. Konsep panggung ini dibuat sederhana namun dapat mewakili dengan jelas jalan cerita yang ditampilkan.
Pada babak pertama dan ke dua setting panggung adalah aula sekolah. Di atas penggung terdapat
- 5 buah kursi pendek
- 2 buah tamanam dalan pot
- 1 buah papan sterofom bertuliskan aula
Pada babak ke tiga dan empat di sebuah taman. Setting adalah yang terdiri dari:
- 1 buah bangku panjang
- Beberapa tanaman dalam pot
Pada babak ke lima, setingnya adalah sebuah ruang tamu di rumah marjuki dan marni, terdiri dari :
- 3 buah kursi santai
- 1 buah meja tamu
- Lukisan yang tersebar di dinding dan lantai ruang tamu
7. Konsep busana
Marni : Memakai kaos, bawahan celana jeans, dan jaket
Anto : Memakai pakaian seragam sekolah, dan berganti dengan atasan kaos
Marjuki : Memakai kemeja lengan pendek, celana panjang dan peci
Cepi : Memakai seragam pramuka dan akan diganti atasannya dengan kaos
Irna, lala, audi : Memakai pakaian seragam pramuka, dan nanti akan berganti pakaian biasa, berupa kaos dan celana, juga membawa sampur
Ibu wiwik, pakaian batik dan memakai sampur
8. Penokohan
Marni : Kreativ, namun keras kepala, pendiriannya kuat dan mudah tersinggung, saying kepada teman-temannya.
Marjuki : Wataknya keras, sangat saying terhadap anaknnya dan cenderung protektif, wajahnya tampak garang namun sebenarnya sayang terhadap keluarga
Anto : Lembut sikapnya, mudah putus asa, cenderung rendah diri, pendirian kuat, badannya tinggi dan tidak terlalu gemuk.
Cepi : Gadis periang, suka menolong teman, cerdas dan lucu. Badannya tidak terlalu tinggi dan agak gemuk
Irna : Halus sikapnya dan sabar, tinggi, putih
Audi : Sabar, penyayang dan agak centil, tinggi badan sedang
Lala : Sabar penyayang, dan halus.
9. Konsep musik
Music diiringi dengan alat music gitar, dan mainan kentingan, serta music recaman sebagai backsound.
Naskah
GONG DUA KALI BERBUNYI.
(1) NARATOR :
Selamat malam semua, Selamat datang … Apa kabar ?. Malam ini kami akan membawakan lakon berjudul Aku versus Ayah, lakon yang sederhana tapi seru. Seru di sini bukan saja ramai, tapi punya arti lain, yaitu Sedikit Ruwet. Ini lakon tentang pertentangan anak muda dan orang tua, pertentangan pop dan klasik, tradisi dan modern. Pertentangan yang sebetulnya tidak perlu ada. Tapi begitulah, nyatanya pertentangan semacam ini selalu ada, dari waktu ke waktu. Dan gara-gara pertentangan ini, kita semua sering kehabisan waktu. Cinta, kata orang bisa menjadi jawaban semua masalah. Tapi dalam kasus ini, cinta mengakibatkan banyak masalah.
GONG BERBUNYI SEKALI
PROLOG
(2) NARATOR :
Drama remaja tentang kisah cinta Si Marni, dia patah hati melulu. Karena setiap kali Marni jatuh cinta, atau ada pemuda jatuh cinta padanya, babenya (pak Marjuki) selalu melarang. Dan anehnya, sang babe selalu punya alasan yang sama: aku sayang sama kamu NAK, jadi aku harus menjagamu. Gile, memangnya cinta itu kejahatan. Atau jangan-jangan babe si Marni ngidam jadi sekuriti. Entahlah. Marjuki, dalam lakon ini punya tugas sebagai tokoh antagonis atau si jahat. Dalam kehidupan nyata, orang tua seperti Marjuki, tidak boleh begitu. Orang tua harus ngemong anak. Harus mengerti kemauan anak. Bukan main larang. Apalagi dalam urusan cinta. Ingin tahu apa yang terjadi dengan kisah cinta Marni? Saksikanlah!
BABAK SATU
ADEGAN SATU
AULA SEBUAH SMU. SIANG.
PARA SISWI / SISWA SEDANG ESKUL MENARI. MEREKA BERGERAK TANPA PENGHAYATAN. IBU WIWIK MEMBERI PENGARAHAN.
(3) IBU WIWIK :
Coba perhatikan semua. Irna, Audi, Lala, semua tenang dulu sebentar.
(SETELAH SEMUA TENANG)
Perhatikan ya. Menari itu bukan asal bergerak. Tapi bergeraklah dengan perasaan, dengan emosi atau greget. Tanpa dibarengi perasaan, tarian kalian tidak akan menarik. Hambar, kosong. Seperti robot! Dan penonton akan cepat bosan, lalu pulang. Menyedihkan. Tontonan yang ditinggalkan penonton sebelum waktunya adalah tontonan yang sangat menyedihkan.
Sekarang coba lagi dari awal. Coba pakai musik. Ibu mau ke toilet. Irna, pimpin teman-teman, ya. ( PERGI )
(4) IRNA :
Baik, bu. Yuk, teman-teman. Langsung ya ?
(5) LALA :
Istirahat dulu dong.
(6) AUDI :
Heeh, BT nih.
(7) YANG LAIN :
Ya. Pegel juga ya ?
(8) AUDI :
Jadi nyesel milih tari tradisi. Mana gerakannya lambaaattt… jawa banget deh!
(9) YANG LAIN :
Ember …
(10) IRNA :
Siapa yang dulu ngotot milih tari tradisi ?
(11) AUDI :
Eh, bukan gue lagi. Keputusan bersama kan ?
(12) LALA :
Ya. Tapi provokatornya kamu. Lala bilang modern dance aja. eh, kamu ngotot.
(13) AUDI :
Gara-gara ibuku juga sih. Tradisi, tradisi aja, supaya kamu kenal tradisi. Tahunya pegeeelll. Gerakannya lambaaatttt … pantes Marni nggak mau ikut.
(14) IRNA :
Eh, iya. Jadi inget Marni. Dia belum masuk sekolah juga, dia masih dalam masa protes sama bapaknya ya, gara-gara dilarang pacaran sama si Anto? Tapi, ini kan sudah seminggu dia nggak masuk sekolah. Masa’ dia nggak kangen sama kita.
(15) AUDI :
Memang Kasian Si Marni, Patah hati melulu. Bayangkan saja, Setiap kali Marni jatuh cinta, atau lagi dicintai sama orang, pasti bapaknya melarang.
(16) IRNA :
Iya. Semoga saja Pak Marjuki kali ini sadar kalau tindakannya itu salah. Soalnya Marni itu orangnya keras, kalau seperti ini terus bisa-bisa Marni jadi nekat.
( MARNI MENDADAK MUNCUL )
(17) MARNI :
Heh, latihan yang bener. Jangan mengeluh. Jangan ngerumpi teruss..
(18) SEMUA :
Eh, udah nongol aja dia.
(19) LALA :
Heh, katanya masih mogok sekolah. Kok nongol?
(20) MARNI :
Aku cuma mampir, habis beli cat.
(21) AUDI :
Mau ngecat rumah? Wah, mau hajatan rupanya? Orang tua Anto mau melamar?
(22) MARNI :
Gila ! Tapi betul teman-teman, aku punya hajatan. Kalian harus datang, ya? Teman-teman, sepertinya aku akan pergi.
(23) LALA :
Mau pergi kemana?
(24) MARNI :
Jauhh..
(25) AUDI :
Iya, tapi kemana?
(26) MARNI :
Ke luar negeri.
(27) LALA :
Ngapain kamu disana?
(28) MARNI :
Jadi TKI.
(29) LALA :
Kamu benar-benar nekat Marni.
(30) IRNA :
Kenapa tiba-tiba pergi? Protes lagi sama ayahmu ya? Jadi ini acara hajatan untuk perpisahan kamu ke luar negeri?
(31) MARNI :
Mmhh.. ada dehh.. Rahasia! Pokoknya datang sajalah.
(32) IRNA :
Acara apa dong, yang jelas?
(33) MARNI :
Datang saja, pokoknya seru. Ini acara kejutan, jadi sengaja tidak pakai penjelasan. Datang dan bawa makanan apa saja, kue kek, rujak kek. Apa saja, soalnya aku nggak sempat masak. Kabarkan ke yang lain ya? Dah .. (PERGI)
(34) AUDI :
Acara apa sih ?
(35) SEMUA :
Mana tahu.
(SEMUA KELUAR PANGGUNG, ANTO MASUK SENDIRIAN SAMBIL BERNYANYI)
LAMPU BERUBAH
BABAK 2
ADEGAN SATU
DI AULA SEBUAH SEKOLAH. SIANG.
ANTO SENDIRIAN, HATINYA GUNDAH.
(36) ANTO : (MENYANYI)
Bukan ku menolak mu, untuk mencintaimu…
Kau harus tahu siapa diriku…
Aku merasa … orang termiskin di dunia … Yang penuh derita… bermandikan air mata… itulah hidupku ku katakan padamu, agar engkau tahu siapa diriku…
(CEPI, DATANG DIAM-DIAM. NIMBRUNG NYANYI)
Kau orang kaya, aku orang tak punya…
(37) CEPI : (MENYANYI)
Siapa sangka, cinta marni bikin patah hati
cinta marni dilarang pak marjuki
(38) ANTO :
Setan kamu !
(39) CEPI :
Tenang kawan, tenang. Harap tenang. Semua aman terkendali, karena ada Cepi. Kamu ingat kan ? Bayu, Agus, Edo, Tyas, Audi, Lala, Irna, semua pernah punya masalah dalam urusan cinta. Tapi begitu Cepi datang, semua masalah selesai. Jadi harap sabar, tenang.
(40) ANTO :
Memang siapa yang ribut ?
(41) CEPI :
Sekarang aku sedang berpikir, bagaimana supaya ayah Marni bisa menerima kamu. Tapi sebelumnya dengar kataku. Ini penting dan perlu diketahui semua orang. Ini ilmu kuno, tapi manjur. Sayang orang sering melupakan.
Begini, dalam hidup ini ada dua hal yang harus diingat: sukses atau gagal. Menang atau kalah. Untung atau buntung. Senang atau sedih. Bahagia atau sengsara. Dalam urusan cinta, juga hanya ada dua kemungkinan: diterima atau ditolak. Jadi tenanglah.
(42) ANTO :
Memang siapa yang ribut ?
(43) CEPI :
Kalau cinta diterima, kita memang bahagia. Tapi sebetulnya ada sejuta resiko menunggu. Kamu harus apel setiap malam Minggu, harus datang tepat waktu, harus berpikir baju dan parfum apa yang pantas dipakai, punya uang saku, dan hadiah apa yang pantas diberikan pada saat si dia merayakan ulang tahun.
(44) ANTO :
Memang siapa yang bikin aturan begitu ?
(45) CEPI :
Itu baru tahap-tahap awal. Tahap berikutnya, lebih repot. Kamu harus datang silaturahmi pada kakek-neneknya, pada para om dan tentenya waktu mereka hajatan, harus datang waktu sepupu-sepupu dia kawin, atau ultah dan semacamnya.
(46) ANTO :
Siapa yang bikin aturan begitu ?
(47) CEPI :
Pada tahap yang paling serius, waktu kamu sudah nikah dengan dia misalnya, kamu akan dibilang orang paling sombong dalam keluarga mereka, hanya gara-gara tidak datang waktu mereka bikin acara arisan keluarga. Bayangkan, arisan keluarga, acara paling membosankan di dunia pun kamu harus datang. Itulah resiko kalau cinta kita diterima seorang gadis. Jadi ditolak, sebetulnya lebih bagus.
( ANTO TERTAWA )
(48) CEPI :
Kenapa tertawa ?
(49) ANTO :
Kamu penyitir yang hebat.
(50) CEPI :
Maksudnya ?
(51) ANTO :
Kamu menyitir buku “ Enaknya Hidup Membujang ” kan ?
(52) CEPI :
Kok tahu ?
(53) ANTO :
Yang nulis buku itu pamanku. Aku sudah baca sebelum buku itu dicetak. Aku pikir cuma aku yang hafal luar kepala, ternyata kamu lebih hafal lagi. Kapan kamu baca buku itu, tadi siang ya ?
(54) CEPI :
Bukan. Tadi sebelum ke sini.
(55) ANTO :
Pantes, hafal sampai titik komanya. Tapi maaf Cepi, aku tidak sepakat dengan buku itu. Ogah aku jomblo seumur hidup. Aku betul-betul sayang sama Marni, dan ingin suatu saat hidup bersamanya. Bisa tidak bisa, harus bisa. Apa pun rintangan yang menghadang, akan kuterjang. ( PERGI )
(56) CEPI :
Anto, tunggu. Anto ! Busyet, Romeo sekali. Gila tu si Anto.
(NGOS-NGOSAN) Cepet banget larinya. Seperti atlit lari saja.
(MENGEJAR, MENCOBA UNTUK MENYUSUL ANTO)
LAMPU BERUBAH
ADEGAN DUA
DI AULA SEBUAH SEKOLAH. SIANG.
IRNA MEMBERI TAHU CEPI BERITA TENTANG MARNI.
TIBA-TIBA IRNA MASUK DENGAN TERGESA-GESA.
(57) IRNA :
Heh Cepi! Kamu sedang tidak sibuk kan? Aku mau berbicara serius.
(58) CEPI :
Ada kabar apa Irna? Seperti ada hal yang penting.
(59) IRNA :
Iya. Aku kemari dengan tujuan mencari Anto untuk memberi tahu tentang Marni.
(60) CEPI
Marni kenapa?
(61) IRNA
Dia bilang mau ke luar negeri jadi TKI.
(62) CEPI :
Apa tidak salah? Dia kan masih harus sekolah.
(63) IRNA :
Entahlah. Marni itu nekat. Kata Marni, ini sebagai salah satu kelanjutan bentuk protes pada ayahnya karena tidak mengijinkan dia pacaran sama Anto.
(64) CEPI :
Terus?
(65) IRNA :
Sekarang Anto dimana?
(66) CEPI :
Barusan saja pergi, tadi waktu kamu kesini.
(67) IRNA :
Yah.. padahal ini berita penting
(68) CEPI :
Ada-ada saja itu si Marni. Tapi aku salut terhadap perjuangannya untuk meluluhkan hati ayahnya.
(69) IRNA :
Lalu sekarang kita harus bagaimana?
(70) CEPI :
Mmmmhhhhh…. (SAMBIL BERPIKIR)
Kapan Marni akan berangkat?
(71) IRNA :
Aku juga kurang tahu. Tapi, dia bilang secepatnya.
(72) CEPI :
Kita harus cepat mencegah dia untuk pergi. Anto juga harus cepat diberi tahu. Apa Anto sudah tahu tentang berita ini?
(73) IRNA :
Entahlah Cepi. Aku tidak pernah bertemu Anto. Susah sekali untuk bertemu dia. Kamu kan temannya, mengapa tidak kamu saja yang menanyakan pada Anto?
(74) CEPI :
Iya. Akan kucoba menanyakannya.
(75) IRNA :
Lalu Marni bagaimana?
(76) CEPI :
Menahan Marni agar tidak pergi adalah tugas kamu, Lala, dan Audi. Kalian kan teman dekat Marni. Jadi, sedikit banyak kalian pasti tahu bagaimana sifat Marni. Sementara aku menemui Anto. Aku akan mencoba mengajak dia berbicara.
(77) IRNA :
Baiklah. Aku akan memberi tahu teman-teman yang lain.
(PERGI MENINGGALKAN ANTO SENDIRIAN)
(78) CEPI :
Selamat berjuang! Aku akan memberi tahu Anto.
ADEGAN TIGA
SEBUAH AULA SEKOLAH
ANTO SEDANG DIBUJUK CEPI UNTUK SEGERA MENEMUI MARNI.
CEPI SEDANG DUDUK-DUDUK SENDIRI. LALU ANTO DATANG MENGHAMPIRI.
(79) ANTO :
Hei. Ada apa? Aku harap ini penting.
(80) CEPI :
Aku serius Anto. Kamu harus ke rumah Marni. Kamu akan menyesal kalau Marni keburu pergi.
(81) ANTO :
Kalau memang mau pergi masa dia tidak kasih tahu aku ?
(82) CEPI :
Mungkin belum sempat kasih tahu.
(83) ANTO :
Dari mana kamu dapat berita itu ?
(84) CEPI :
Irna, Audi, Lala, semua sudah tahu.
(85) ANTO :
Kalau dia sempat kasih tahu semua orang masa saya tidak dikasih tahu ?
(86) CEPI :
Mungkin belum sempat, makanya datang supaya tahu. Cari berita, jangan pasif.
(87) ANTO :
Barangkali memang sengaja tidak mau kasih tahu. Sudah tidak peduli sama aku.
(88) CEPI :
Aku tahu sifat Marni. Tidak mungkin dia begitu.
(89) ANTO :
Nyatanya dia begitu.
(90) CEPI :
Tidak mungkin Anto. Aku yakin ini soal waktu. Mungkin dia menunggu waktu yang tepat untuk bicara sama kamu. Kalian kan lama tidak saling ketemu. Biasanya kamu datang ke rumah Marni, sekarang tidak. Biasanya kalian jalan bareng, sekarang tidak. Marni juga lama tidak masuk sekolah.
(91) ANTO :
Memang tidak bisa telpon ?
(92) CEPI :
Telpon ke mana ? Kamu HP tidak ada, di rumah jarang.
(93) ANTO :
Jelas, dia sudah berubah. Tidak sayang aku lagi.
(94) CEPI :
Dari pada mengambil kesimpulan buru-buru dan salah, lebih baik kamu buru-buru ke rumah Marni dan semuanya jadi jelas. Tidak ada yang salah terima, tidak ada yang sakit hati. Ayo, kita ke sana. Aku siap menemani.
(95) ANTO :
Kalau ayahnya mengusir kita bagimana ? Aku trauma pernah diusir.
(96) CEPI :
Diusir kita pergi. Dimarahi kita diam. Disuguhi kita makan.
(97) ANTO :
Kamu bisa bilang begitu, coba kamu jadi aku.
(98) CEPI :
Kalau aku jadi kamu, tidak akan pernah diusir. Malah ayah Marni yang akan kubikin mencari-cari aku.
(99) ANTO :
Bagaimana caranya ?
(100) CEPI :
Anak gadisnya kita buntingin !
(101) ANTO :
Ngaco !
(102) CEPI :
Ayo berangkat. Ambil motormu dong.
(103) ANTO :
Jalan kaki saja. Knalpotnya tambah bocor, berisik sekali. Ayah Marni paling benci mendengar bunyi motorku.
(104) CEPI :
Ya sudah. Ayo !
(105) ANTO :
Kamu jalan di depan, aku di belakang.
(106) CEPI :
Aduh. Begitu amat. Seberapa trauma sih ?
( CEPI JALAN, ANTO MENGIKUTI DI BELAKANGNYA )
(107) ANTO : (BERHENTI)
Tunggu Cepi. Bagaimana kalau Marni tidak mau menemui kita ?
(108) CEPI :
Gampang, ingat saja nasehat buku “ Enaknya Hidup Membujang ”. Oke ?
(109) ANTO :
Tidak. Lebih baik aku pulang. ( PERGI )
(110) CEPI :
Ampun… Anto, Anto! Kenapa kamu jadi pengecut begitu sih? Anto! Ampuuunn.
( ANTO TERUS JALAN, CEPI MENGIKUTI )
LAMPU BERUBAH
BABAK 3
ADEGAN SATU
TAMAN SEKOLAH. SORE.
MARNI DIBUJUK TEMAN-TEMANNYA SUPAYA JANGAN PERGI.
INTRO MUSIK
MARNI, IRNA, LALA, DAN AUDI MASUK PANGGUNG.
(111) AUDI :
Jangan Marni, jangan pergi. Pergi tidak akan menyelesaikan masalah.
(112) IRNA :
Justru kamu akan bikin masalah baru.
(113) LALA :
Jadi TKI itu tidak gampang Marni. Kamu akan banyak kesulitan.
(114) IRNA :
Sebaiknya kamu segera masuk sekolah. Sebentar lagi kita ujian, tahun depan kita harus kuliah. Lupakan keinginan konyol itu.
(115) SEMUA :
Lupakan … Marni !
(116) MARNI : ( MENYANYI )
aku harus pergi rumah tak lagi memberiku kedamaian sebab aku dan ayah tak pernah sepaham cinta pemuda yang kudambakan selalu lepas dari genggaman
(117) AUDI :
Bersabarlah, Marni. Kita masih banyak kesempatan. Waktu berjalan, sikap ayahmu pasti berubah.
(118) IRNA :
Orang seusia kita selalu diangap masih kanak-kanak. Dianggap belum waktunya pacaran.
(119) LALA :
Memang menjengkelkan, tapi di mana-mana selalu begitu.
(120) MARNI :
aku tak mau begitu masa depanku adalah milikku urusan cinta harus kita yang menentukan
(121) IRNA :
Tapi ayahmu bilang tidak melarangmu pacaran. Dia hanya minta kamu memilih pemuda yang tepat, dan jangan sampai pacaran mengganggu belajar.
(122) MARNI :
itu sama dengan melarang
Ayahku bahkan pernah mengusir Anto. Gara-garanya sangat sepele. Suara berisik knalpot motor Anto yang bocor. Padahal ada banyak suara knalpot motor yang lebih berisik lewat di depan rumah. Itu tidak adil.
(123) AUDI :
Tapi semua pacar-pacar kita pernah ada masalah dengan orang tua kita. Semua pernah diperlakukan tidak adil. Hubungan kalian pasti akan membaik.
(124) MARNI :
Ketidakadilan harus diperjuangkan, kawan. Sebab ia tidak datang dari langit. Hubungan bisa saja membaik, tapi pasti ada prinsip dan hak-hak yang dilanggar. Ada yang menindas dan tertindas. Dan itu tidak baik.
(125) LALA :
Tapi kami tetap tidak rela kamu pergi Marni. Apa lagi pergi ke luar negeri untuk jadi TKI.
(126) IRNA :
Ya. Omonganmu yang pintar tadi membuktikan kamu tidak pantas jadi TKI. Kamu harus lulus SMU dan kuliah.
(127) MARNI :
Soal ke luar negeri dan jadi TKI, bisa jadi aku memang asal bicara. Yang jelas aku harus pergi dari rumah. Mungkin itu protes yang mempan buat ayahku.
(128) AUDI :
Itu lebih baik Marni. Kamu bisa tinggal di rumahku. Soal biaya sekolah, jangan kuatir. Ayahku pasti mau bantu.
(129) LALA :
Ayahku juga pasti mau bantu. Tapi kamu harus tinggal bergiliran di rumah kami bertiga dong, supaya adil.
(130) IRNA :
Ya. Aku setuju.
(131) AUDI :
Kalau kamu tidak ke luar negeri, pacaran sama Anto tetap berjalan lancar. Hidup backstreet !
(132) MARNI :
Tunggu. Kalian jangan salah ngerti. Aku pergi dari rumah bukan semata-mata protes. Tapi juga bermaksud mandiri. Supaya aku tidak tergantung siapa-siapa. Supaya aku merdeka menentukan masa depan. Tinggal di rumah kalian jelas bukan pilihan yang tepat. Aku tetap jadi tanggungan orang.
(133) AUDI :
Itu tidak masalah Marni. Kami ikhlas membantumu. Itulah gunanya sahabat.
(134) LALA :
Yang penting kamu tetap bisa sekolah.
(135) MARNI :
Prioritas utamaku sekarang cari kerja supaya bisa membiayai hidupku sendiri. Sekolah aku pikirkan belakangan. Soal pacaran dengan Anto, aku sendiri tidak yakin tetap bisa jalan. Sejak diusir ayahku, dia tidak pernah muncul lagi. Dia ternyata pengecut. Tapi terimakasih atas iktikad baik kalian. Selamat sore, aku pergi dulu. Ada perlu. ( PERGI )
(136) IRNA :
Marni, tunggu. Marni !
(137) LALA & AUDI :
Marniii …
(138) AUDI :
Bagaimana sih dia ?
(139) IRNA :
Kok kepala batu banget ?
(140) LALA :
Memang kepala batu dari sononya.
( CEPI MUNCUL BERGEGAS )
(141) CEPI :
He, lihat Marni ?
(142) AUDI :
Baru pergi.
(143) CEPI :
Anto ?
(144) AUDI :
Nggak. Sudah lama nggak lihat Anto. Bukannya dia jarang masuk sekarang ?
(145) CEPI :
Memang.
(146) IRNA :
Ada apa ?
(147) CEPI :
Mungkin cuma Anto yang bisa membujuk Marni tidak kabur ke luar negeri. Kemaren aku bicara sama Anto supaya dia datang menemui Marni, tapi gagal. Malah Anto ngambek. Merasa tidak dipamiti. Memang Marni belum pamit sama Anto, ya ?.
(148) IRNA :
Kelihatannya begitu. Marni juga ngambek karena Anto tidak pernah datang lagi sejak dimarahi ayahnya.
(149) CEPI :
Begitu ? Wah, tambah ruwet dong. Terus bagimana ini ?
(150) IRNA :
Bagaimana, bagaimana ? Kita juga tidak tahu bagaimana.
( MENDADAK TERFIKIR ) Cepi, bagaimana kalau kita bagi tugas ?
Begini, coba temui Marni …
(151) CEPI :
Saya tadi ke rumah dia, tapi tidak ada …
(152) LALA :
Tadi dia di sini …
(153) IRNA :
Temui Marni, bujuk supaya ketemuan sama Anto. Saya, kami bertiga ini, membujuk Anto supaya ketemuan sama Marni. Bagaimana ?
(154) CEPI :
Tapi Anto sudah dibilangin juga bandel.
(155) IRNA :
Kamu jangan ikutan bandel. Kita berbagi tugas, setuju ? Oke ?
(156) CEPI :
Okelah kalo begitu.
LAMPU BERUBAH.
BABAK 4
ADEGAN SATU
TAMAN YANG SAMA, BEBERAPA HARI KEMUDIAN. SORE.
MARNI BERTEMU ANTO.
MARNI SUDAH LAMA MENUNGGU, DUDUK DIAM-DIAM.
ANTO DATANG KEMUDIAN, JUGA DIAM-DIAM.
(157) MARNI :
Aku kira tidak datang …
(158) ANTO :
Aku kira kamu juga tidak datang …
( BEBERAPA SAAT ANTO SALAH TINGKAH. MAU DUDUK DI SEBELAH MARNI TAPI RAGU. AKHIRNYA IA DUDUK JUGA, TAPI AGAK JAUH. SUASANANYA SUNGGUH KAKU )
(159) ANTO :
Kamu mau pergi untuk menghindari aku kan ?
(160) MARNI :
Kamu tidak pernah datang ke rumah lagi, kenapa ?
(161) ANTO :
Supaya ayahmu tenang, karena tidak ada suara knalpot motor yang berisik.
(162) MARNI :
Bijaksana sekali …
(163) ANTO :
Aku harus tahu diri. Aku kan cuma tukang ojek dan sopir tembak. Jangan kata pacaran sama kamu, datang ke rumahmu pun aku tidak pantas.
(164) MARNI :
Oo … jadi begitu cara berpikirmu ? Kalau begitu kamu lebih cocok jadi anak ayahku, dan memang tidak pantas jadi pacarku. Maaf … selamat tinggal ! (PERGI)
(165) ANTO : ( KAGET )
Marni .. Marni …
( MARNI BALIK LAGI )
(166) MARNI :
Maaf, saya tidak ada urusan sama tukang ojek. ( MAU PERGI LAGI TAPI ANTO MENAHANNYA )
(167) ANTO :
Maaf Marni, aku tidak bermaksud membuat kamu marah.
(168) MARNI :
Kamu sudah membuat aku marah.
(169) ANTO :
Maaf. Aku tidak akan membuat kamu marah lagi. Maaf.
(170) MARNI :
Katakan dengan jujur, kenapa lama tidak datang ? ( LAMA TIDAK MENJAWAB ) Katakan ! Kamu takut sama ayahku ? Aku benci orang yang pengecut Anto. Aku yakin kamu juga benci orang semacam itu. Jadi salahkan dirimu sendiri, jangan menyalahkan aku. Aku mau pergi dari rumah, tujuanku jelas. Aku protes keras pada ayahku karena dia berlaku tidak adil pada kita. Jelas ?
(171) ANTO :
Kamu betul, aku pengecut..
(172) MARNI :
Bagus kalau kamu sadar. Tapi kenapa harus berlaku pengecut ? Kamu tidak salah apa-apa sama ayahku. Pacaran juga bukan kejahatan. Yang penting kita tahu batas.
(173) ANTO :
Ya. Tapi mungkin ayahmu betul. Kamu harus memilih pemuda yang tepat. Dan itu bukan aku.
ANTO MENYANYI LAGU “TAPI BUKAN AKU”-KERISPATIH.
(174) MARNI :
Stop ! Jangan mulai lagi Anto. Selain benci pengecut, aku juga benci orang rendah diri. Dulu kamu begitu percaya diri dengan semua yang kamu kerjakan. Kamu punya cita-cita dan berjuang keras untuk meraihnya. Itu kelebihan kamu. Itu juga yamg membuat aku … sayang … sama kamu. Jadi tolong jangan berubah.
(175) ANTO :
Kamu .. betul-betul sayang sama aku ?
(176) MARNI : ( MALU-MALU )
Ah, pakai nanya lagi.
(177) ANTO :
Tapi nilaiku jeblok. Aku banyak narik dan bolos sekolah. Aku kuatir tidak lulus.
(178) MARNI :
Belum terlambat untuk mengejar ketinggalan.
(179) ANTO :
Biaya kuliah makin mahal, apa aku sanggup ?
(180) MARNI :
Pasti sanggup. Kamu pekerja keras. Kalau perlu kamu bisa kerja yang lain, yang penghasilannya lebih banyak.
(181) ANTO :
Tapi ngojek pekerjaan bersejarah, Marni. Itu kan yang mempertemukan kita ?
(182) MARNI :
Ya. Suara knalpot motormu yang berisik membuat aku selalu menengok setiap kamu lewat di depan rumah.
(183) ANTO :
Ya. Dan kamu bilang pada teman-temanmu, aku tukang ojek paling keren.
(184) MARNI :
Yang jelas kamu berbeda. Tukang ojek lain kalau nunggu penumpang main gaple, kamu bikin PR. Tukang ojek lain selalu siap dengan uang kembalian, kamu tidak. Tukang ojek lain siap menerima uang tip, kamu malu-malu.
(185) ANTO :
Sekarang aku tidak malu, supaya cicilan motor cepat lunas.
(186) MARNI :
Eh, berapa utangku ?
(187) ANTO :
Utang apa ?
(188) MARNI :
Langganan ngojek sama kamu.
(189) ANTO :
Simpan saja uangmu. Aku lagi tidak butuh.
(190) MARNI :
Yang kamu butuh apa dong ?
(191) ANTO :
Pakai tanya lagi. Kita kan lama nggak ketemu ? Marni. ( MEMEGANG TANGAN MARNI )
(192) MARNI : ( MALU )
Apa sih ?
(193) ANTO :
Soal pergi ke luar negeri, kamu tidak sungguh-sungguh kan ?
(194) MARNI :
Tidak tahu. Yang jelas, aku harus pergi dari rumah. Aku tidak tahan, ayahku betul-betul kelewatan. Tidak adil. ( MENANGIS ) Aku harus protes. Harus ! Sampai ..
(195) ANTO :
Setuju, boleh saja protes. Tapi kan bisa dengan cara lain. Pergi dari rumah, bukan cara yang tepat. Nanti semuanya jadi kacau.
( MARNI TERUS MENANGIS. ANTO MENENANGKAN )
Tunggu, tenang dulu. Tenang Marni. Dengar. ( MARNI DIAM )
Bagaimanapun, rumah adalah tempat terbaik untuk memulai segala rencana, segala cita-cita. Dan orang tua, segalak apa pun, tetap sayang sama anak.
(196) MARNI :
Sok tahu, ah !
(197) ANTO :
Aku tidak sok tahu, Marni. Tapi memang tahu. Kamu juga tahu ayahmu sayang sama kamu. Kamu hanya sedang emosi.
(198) MARNI :
Terus aku harus bagaimana ? Apa usulmu ?
(199) ANTO :
Kamu janji tidak akan pergi ?
(200) MARNI :
Ya. Asal kamu tetap ke rumah seperti biasa.
(201) ANTO :
Janji kembali masuk sekolah ?
(202) MARNI :
Ya. Janji.
(203) ANTO :
Oke. Aku punya usul untuk kamu. Ayo, kita bicara di tempat lain. Nanti penonton tahu rencana rahasia ku. (BERBICARA KEPADA PENONTON)
( MEREKA PERGI )
LAMPU BERUBAH
BABAK 5
ADEGAN SATU
BERANDA DEPAN RUMAH MARJUKI. SIANG.
SETELAH MENGGAMBARI SELURUH TEMBOK RUMAH, MARNI MENGGAMBARI LANTAI. ITULAH UNGKAPAN PROTES MARNI KEPADA SANG AYAH, SEBAB SELALU DILARANG PACARAN.
SEBELUMNYA, MARNI PROTES DENGAN CARA MOGOK BICARA SEMINGGU. SEBELUMNYA LAGI, IA MOGOK MAKAN DAN TIDAK KELUAR KAMAR 3 HARI TIGA MALAM.
MARJUKI BARU DATANG DARI KELURAHAN, KAGET MELIHAT AKSI MARNI.
(204) MARJUKI :
Ya, ampun. Protes model apa lagi ini Marni ? Masa, seluruh rumah digambari begini ? Aduh … aduuhh … gambar apa pula ini ? (MEMANDANG LEBIH SEKSAM ) Ya ampun, Marni .. Marni … saya pikir protes kamu sudah cukup. Tujuh hari mogok bicara, 3 hari 3 malam mogok makan dan tidak keluar kamar, eh masih ada lagi. Seluruh rumah digambari begini. Lukisan abstrak lagi. Soal protes dengan cara yang lain-lain itu, okelah. Ayah bisa terima. Tapi lukisan abstrak ini, saya keberatan. Melukis itu ada aturannya. Pertama orang harus melukis realisme, surealisme, kemudian yang lain-lainnya, baru abstrak.
(205) MARNI :
Itu kuno.
(206) MARJUKI :
Apa salahnya kuno kalau baik ?
(207) MARNI :
Apa salahnya modern kalau juga baik ?
(208) MARJUKI :
Sudahlah Marni, jangan ajak ayah berdebat. Capek.
(209) MARNI :
Marni juga capek, makanya kemaren seminggu diam.
(210) MARJUKI :
Marni, sekali lagi ayah tegaskan. Ayah tidak melarang kamu pacaran. Ayah hanya tidak setuju dengan caramu. Kamu pacaran tidak kenal waktu. Pagi, siang, sore, malam. Itu satu. Kedua, ayah ingin kamu benar-benar memilih pemuda yang cocok.
(211) MARNI :
Itu sama saja dengan melarang.
(212) MARJUKI :
Lain, Marni. Beda.
(213) MARNI :
Sama!
(214) MARJUKI :
Mmm … berdebat lagi.
(215) MARNI :
Dulu, ayah melarang Marni dekat sama Ongky. “ Jangan yang beda agama ” kata ayah. Lalu Marni dekat sama Taufik, ayah juga melarang. “ Jangan dengan anak pejabat. Miskin tidak pantas, kaya disangka KKN ” begitu.
Sekarang, Marni dekat sama Anto, jelas dia anak baik, se-iman, bukan anak pejabat. Apa lagi ? Apa ayah tidak ada kata lain selain “ jangan ” ?
(216) MARJUKI :
Siapa rela punya anak pacaran sama pengangguran ?
(217) MARNI :
Siapa bilang dia pengangguran ? Dia sekolah ayah.
(218) MARJUKI :
Kalau sekolah ngapain tiap pagi mondar-mandir naik motor ?
(219) MARNI :
Pagi dia ngojek.
(220) MARJUKI :
Kapan sekolahnya ?
(221) MARNI :
Anto Masuk siang.
(222) MARJUKI :
Kalau sekolah siang kenapa malam-malam sering datang ke sini ? Habis sekolah mustinya pulang ke rumah, bukan main ke sini.
(223) MARNI :
Malam dia narik angkot ayah. Kalau lagi sepi, atau angkotnya dibawa orang lain baru main. Kan tidak tiap malam Anto ke sini ?
(224) MARJUKI :
O, supir tembak ? Ampun Marni, apa yang bisa diharap dari tukang ojek dan sopir tembak ?
(225) MARNI :
Jangan kuatir. Dia punya cita-cita tinggi, punya platform !
(226) MARJUKI :
Syarat yang diperlukan sebagai calon suami adalah hidup mapan, punya pekerjaan tetap, penghasilan cukup, dan sayang sama kamu.
(227) MARNI :
Itu pendapat kuno.
(228) MARJUKI :
Biar kuno kalau baik apa salahnya ?
(229) MARNI :
Biar modern kalau baik juga apa salahnya ?
(230) MARJUKI :
Jangan mengajak berdebat Marni. Capek !
(231) MARNI :
Saya juga capek dan tidak ada waktu. Masih banyak yang harus Marni kerjakan. Seluruh rumah harus saya lukis. Tapi catnya kurang. Permisi dulu. Saya mau beli cat. ( PERGI )
(232) MARJUKI :
Duh, aduh … punya anak perempuan satu kok repot amat, susah dibilangin….marni..marni
ADEGAN DUA
RUMAH MARJUKI. SIANG
IRNA, AUDI, LALA DAN BEBERAPA TEMAN MARNI DATANG.
MEREKA SEMUA LANGSUNG MENGAGUMI LUKISAN MARNI.
MARJUKI MENEMUI MEREKA, MARNI TIDAK DI RUMAH.
(233) MARJUKI :
Silahkan, silahkan masuk semua.
(234) SEMUA :
Terimakasih …
(235) AUDI :
Marni ada, om ?
(236) MARJUKI :
Barusan pergi. Buru-buru rupanya, malah tidak pamit. Kalian sudah janjian mau datang?
(237) AUDI :
Kapan hari marni mapir ke sekolah, dan dia mangundang kami ?.
(238) IRNA :
Marni bilang, acara kejutan. Jadi tidak pakai penjelasan acaranya apa.
(239) LALA :
Ya. Keliatannya kemaren dia buru-buru sekali. Habis beli cat dan banyak pekerjaan di rumah. Dia juga pesan supaya kami bawa makanan. Marni tidak akan sempat masak katanya. Ini om, kami bawa jajan pasar.
(240) MARJUKI :
O, begitu ya ? Ya .. ya.. Terimakasih .. terimakasih. Mungkin yang Marni maksud acara kejutan ya ini, lukisan-lukisan yang memenuhi rumah ini. Sebab setahu saya tidak ada kejutan lain. Kami pun tidak punya hajatan apa-apa. Jadi silahkan menikmati lukisan-lukisan ini.
( SEMUA LANGSUNG MENGAGUMI LUKISAN MARNI )
(241) AUDI :
Ini semua Marni yang melukis om ?
(242) MARJUKI :
Ya, Marni semua.
(243) IRNA :
Luar biasa. Sangat berbakat.
(244) LALA :
Fantastis !
(245) IRNA :
Di mana Marni belajar melukis om ? Setahu saya, di sekolah Marni tidak pernah belajar.
(246) MARJUKI :
Saya juga kurang tahu. Sejak kanak-kanak Marni lebih tertarik menari atau menyanyi.
(247) AUDI :
Apa ini yang dikerjakan Marni selama seminggu lebih tidak masuk sekolah ?
(248) MARJUKI :
Marni mengerjakan ini hanya sehari semalam.
(249) SEMUA :
Oh … luar biasa.
(250) IRNA :
Sangat luar biasa ! ( BEBERAPA SAAT DIAM )
Om, ada apa sebetulnya dengan Marni ?
(251) LALA :
Apa dia sedang jatuh cinta dan …
(252) AUDI :
… dan om melarangnya ?
(253) MARJUKI :
Saya tidak pernah melarang. Saya hanya meminta Marni memilih pemuda yang tepat dan jangan pacaran sembarang waktu. Jangan sampai pacaran mengganggu jam belajar. Itu kan tuntutan umum setiap orang tua ?
(254) IRNA :
Mungkin cara om meminta pada Marni terlalu keras, dan …
(255) LALA :
… dan Marni terluka hatinya.
(256) IRNA :
Ya, terluka hatinya. Lihat om, lihat semua lukisan itu. Saya bisa menangkap, luka hati yang sangat, sangat …
(257) AUDI :
… sangat dalam ….
(258) IRNA :
Maaf om, sebagai orang tua om tentu lebih tahu bagaimana menyayangi anak. Tapi sebagai anak, kami-kamilah yang lebih tahu apa yang kami butuhkan dari orang tua. ( PADA AUDI ) Bukan begitu ?
(259) MARJUKI :
Mungkin begitu …
(260) AUDI :
Lihat om, lihat lukisan yang sebelah sini.
(261) MARJUKI :
Ya, saya lihat.
(262) AUDI :
Om lihat warna putih yang menggumpal seperti awan ?
(263) MARJUKI :
Ya.
(264) AUDI :
Apa yang om rasakan waktu melihat gumpalan warna putih itu ?
(265) MARJUKI : ( BINGUNG )
Ee … e ..
(266) AUDI :
Saya merasakan hati pelukisnya yang tengah kosong, hilang harapan, hampa.
(267) LALA :
Mungkin, waktu Marni melukis itu, darahnya tengah berhenti mengalir, karena kepedihan yang sangat.
(268) IRNA :
Bisa jadi hati Marni serasa terbang ke awan, sebab bumi tempatnya berpijak tidak memberi harapan apa-apa.
(269) AUDI :
Om lihat, warna hitam di lantai sebelah sini ?
(270) MARJUKI :
Yang mirip gua karang bolong ?
(271) AUDI :
Ya. Apa yang timbul dalam imajinasi om memandang lukisan ini ?
(272) MARJUKI : ( BINGUNG )
Ya .. ada semacam ..
(273) IRNA :
Saya merasakan masa depan yang suram, gelap ..
(274) LALA :
Seperti masuk sumur tanpa dasar.
(275) AUDI :
Persis !
(276) IRNA :
Mungkin sebaiknya om bicara dengan Marni, tanyakan apa yang terjadi. Semua lukisan ini adalah isyarat yang sangat jelas, hati Marni sedang kacau. Mungkin ada keinginan terpendam yang tidak kesampaian. Kalau saya jadi om, saya akan kabulkan apa pun keinginan Marni.
(277) LALA :
Ya, om harus bicara dan mengabulkan keinginannya.
(278) IRNA & AUDI :
Harus.
(279) MARJUKI : ( RAGU-RAGU )
Ya, ya, soal bicara dengan Marni saya rasa itu usulan yang baik. Dan saya sudah sering mencoba. Tapi kalau soal mengabulkan keinginan Marni, harus saya timbang-timbang dulu. Dan, maaf ya, anu, saya ada rapat RT di kelurahan. Saya sudah terlambat. Saya kan ketua RT paling senior di kampung ini, jadi malu kalau terlambat. Apa kalian mau menunggu Marni pulang, atau bagaimana ?
(280) AUDI : ( BINGUNG )
Mungkin …
(281) IRNA : ( BINGUNG JUGA )
Mungkin sebaiknya kami pulang.
(282) LALA :
Ya. Nanti kami datang lagi kapan-kapan.
(283) YANG LAIN :
Salam buat Marni ya om.
(284) IRNA :
Sampaikan pada Marni, kami gembira sekaligus sedih atas acara kejutan ini.
(285) MARJUKI :
Ya, ya … saya sampikan nanti.
( TEMAN-TEMAN MARNI PERGI )
(286) MARJUKI :
Kurang ajar. Berani-beraninya kasih nasehat sama saya. Apa hak mereka menyuruh saya menuruti apa saja kemauan anak saya ? Sok pintar. Aku susah payah membiayai anakku, aku punya hak atas masa depan anakku. Ini pasti akal-akalannya si Marni sama si Anto.
(287) MARNI : ( MUNCUL DARI DALAM )
Jangan menuduh sembarangan, ayah. Aku tidak tahu apa-apa. Apa lagi Anto. Semua yang mereka lakukan tadi, adalah isnisiatif mereka sendiri. Aku sudah mencegah tapi mereka ngotot. Itu sebabnya aku pergi.
(288) MARJUKI :
Mereka datang atas undanganmu kan ?
(289) MARNI :
Aku memang mengundang mereka, tapi sekedar untuk ngobrol dan pamitan. Aku mau jadi TKI ke luar negeri. Itu protesku selanjutnya pada ayah. Dan aku akan terus protes sampai ayah mengijinkan aku pacaran sama Anto.
(290) MARJUKI :
O, begitu ? Jadi kamu pikir dengan protes keras ayah akan mengijinkan ?
(291) MARNI :
Tentu ada syarat lain. Aku harus mandiri. Dengan bekerja aku punya uang. Dengan uang aku bisa menentukan masa depanku sendiri. Selamanya anak akan kalah suara, kalau anak masih tergantung sama uang orang tua.
(292) MARJUKI :
Stop Marni ! Itu pikiran yang dangkal.
(293) MARNI :
Kita tidak perlu berdebat ayah. Aku pergi dulu, banyak urusan. ( PERGI )
(294) MARJUKI :
Marni … ( mengejar marni) LAMPU BERUBAH
ADEGAN TIGA
RUMAH MARJUKI. MALAM.
CEPI DATANG KE RUMAH MARJUKI UNTUK MENYAMPAIKAN PESAN MARNI.
(295) MARJUKI :
Ya ampun, jadi Marni betul-betul mau pergi ke luar negeri ? Aku pikir cuma gertak.
(296) CEPI :
Rupanya begitu, om. Saya juga tidak menyangka Marni sungguh-sungguh.
(297) MARJUKI :
Terus di mana Marni sekarang ? Kapan berangkatnya ?
(298) CEPI :
Saya juga tidak tahu. Dia cuma bilang sekarang ada di tempat penampungan. Saya tanya bolak-balik di mana alamatnya, dia tetap tidak mau menjawab.
(299) MARJUKI :
Tapi apa secepat itu prosesnya ? Diterima jadi TKI bukannya prosesnya panjang ?
(300) CEPI :
Itu juga pernah saya tanya. Dia bilang, “ semua bisa diatur ” asal ada uang.
(301) MARJUKI :
Dari mana Marni dapat uang ?
(302) CEPI :
Ya dari uang gaji Marni yang dipotong tiap bulan nanti. “ Semua dibiayai sama agen ”, begitu Marni bilang.
(303) MARJUKI :
Apa nama agennya ? Di mana alamatnya ?
(304) CEPI :
Marni tidak sebut-sebut om. Dia hanya minta tolong saya supaya mengambil beberapa baju yang ketinggalan.
(305) MARJUKI :
Ya ampun, Marni .. Marni. Apa sebegitu besar marahmu sama ayah, sampai-sampai harus pergi keluar negeri jadi TKI ? Tidak pamit lagi. Coba nak Cepi pikir, apa pantas ?
(306) CEPI :
Kalau ditanya pantas atau tidak, jelas tidak pantas. Tapi kelihatannya, Marni memang sangat marah sama om. Tapi terus-terang, sebagai teman, saya tidak setuju Marni pergi. Marni sebentar lagi ujian dan tahun depan harus kuliah. Setelah lulus kuliah, terserah mau ke mana dan jadi apa. Jadi TKI ke luar negeri pun tidak masalah. Itu bukan hal yang jelek. Menyelesaikan kuliah, lebih aman buat masa depan Marni.
(307) MARJUKI :
Ah, itu baru pikiran sehat. Terus, teruskan nak …
(308) CEPI :
Maaf om, saya tidak bisa lama. Marni memerlukan baju yang saya ambil.
(309) MARJUKI :
Kapan Marni mau ambil baju-baju itu ? Di mana kalian janjian ketemu ?
(310) CEPI :
Maaf om, saya tidak boleh bilang. Itu pesan Marni.
(311) MARJUKI :
Tolonglah nak Cepi, sebutkan. Saya harus ketemu Marni sebelum dia pergi. Tolong, saya mohon sekali. Please …
(312) CEPI :
Sekali lagi, maaf om. Saya tidak bisa melanggar janji.
(313) MARJUKI :
Please …
(314) CEPI :
Maaf ommm …. Saya tidak bisa. (MENATAP MARJUKI BEBERAPA SAAT) Tapi, kalau om bersedia kerjasama dengan saya, kita sebetulnya bisa membatalkan Marni pergi. Seperti saya bilang tadi, saya tidak setuju Marni pergi.
(315) MARJUKI :
Membatalkan Marni pergi ? Bagaimana caranya ? Jelas saya setuju.
(316) CEPI :
Tapi jangan sampai dia tahu. Ini rahasia antara kita. Om Setuju ?
(317) MARJUKI :
Setuju. Saya bisa pegang janji. Bagaimana caranya ?
(318) CEPI :
Tunggu dulu. Saya mau tanya, tolong jawab dengan jujur Apa sebetulnya yang membuat Marni marah sama om ?
(319) MARJUKI :
Saya melarang Marni pacaran sama Anto.
(320) CEPI :
Kenapa ?
(321) MARJUKI :
Saya tidak tahu persis. Saya merasa, si Anto sebetulnya anak baik. Jadi, saya tidak sungguh-sungguh melarang. Tapi Marni keburu protes keras. Merasa tidak didengar omongannya, saya jadi tambah jengkel.
(322) CEPI :
Saya lihat Marni begitu juga. Makin dilarang, makin menentang. Intinya sama: ingin didengar suaranya.
(323) MARJUKI :
Begitu ?
(324) CEPI :
Begitu.
(325) MARJUKI :
Jadi bagaimana caranya supaya Marni tidak jadi pergi ?
(326) CEPI :
Turuti saja kemauannya. Toh om sudah yakin Anto anak baik.
(327) MARJUKI :
Nak Cepi bisa jamin 100% Marni batal pergi ?
(328) CEPI :
Saya harus ketemu Marni dulu.
(329) MARJUKI :
Kalau begitu temui Marni, segera. Katakan, saya akan ijinkan Marni pacaran sama Anto. Sesudah itu, ajak mereka berdua ke sini supaya mendengar langsung dari saya.
(330) CEPI :
Om Marjuki bisa pegang janji ?
(331) MARJUKI :
Bisa. Saya jamin !
(332) CEPI :
Baik. Kalau begitu saya jamin 100% Marni batal pergi. Permisi dulu om, saya harus cari Marni dan Anto sekarang juga. Saya akan kabarkan berita gembira ini.
(IRNA, AUDI, LALA DAN BEBERAPA TEMAN MARNI YANG LAIN MENDADAK MUNCU )
(333) IRNA :
Tunggu Cepi ! Maaf om Marjuki, kami mendengar semua pembicaraan ini. Kami ikut gembira. Tapi itu tidak cukup. Harus ada jaminan tertulis bahwa om Marjuki akan menepati janji.
(334) CEPI :
Tidak Irna, aku percaya orang tua bijaksana ini.
(335) AUDI & LALA :
Perlu dong !
( ANTO TIBA-TIBA MUNCUL )
(336) ANTO :
Tidak, tidak perlu. Cepi betul. Saya juga percaya om Marjuki akan menepati janji. Ini kan bukan urusan jual beli tanah atau semacamnya. Tapi urusan anak dan orang tua. Jangan repot-repot. Janji secara lisan sudah cukup.
(337) IRNA :
Tapi …
(338) MARJUKI :
Nak Anto betul, jangan repot-repot. Makin kita repot, makin lama Marni di penampungan TKI. Kasihan dia. Lebih baik kita cari Marni sekarang. Apa kalian ada yang tahu alamatnya ?
( MARNI TIBA-TIBA MUNCUL DARI ARAH DALAM )
(339) MARNI :
Marni sudah di sini ayah. Tidak usah dicari.
(340) MARJUKI : ( KAGET )
Marni ? Ah, kemarilah kamu nak. Ayah sangat kuatir ada apa-apa dengan kamu.
(341) MARNI :
Jangan kuatir ayah, Anto menjaga aku. Kalau bukan karena dia, aku pasti jadi TKI sungguhan.
(342) MARJUKI :
Syukur .. syukur kalau begitu. Terima kasih nak Anto.
(343) ANTO :
Marni melebih-lebihkan om.
(344) MARNI :
Anto meyakinkan aku begitu rupa, segalak apa pun, ayah tetap sayang aku. Dan rumah adalah tempat terbaik menyusun rencana dan cita-cita.
(345) MARJUKI :
Bagus. Kamu menemukan pemuda yang tepat anakku. Dan kamu tidak tinggal di tempat penampungan bukan ?
(346) MARNI :
Tidak.
(347) IRNA, AUDI & LALA :
Di rumah kami om. Kami bertiga.
(348) MARJUKI :
Jadi siapa yang mengatur nak Cepi datang ke mari dan main sandiwara di depan saya ?
(349) ANTO :
Saya om. Sayalah komadan semua sandiwara malam ini. Sebagai komandan saya tidak akan lari. Saya siap diadili.
(350) MARJUKI :
Bagus. Itu komandan yang baik. Anda siap saya tuntut di depan penghulu menikahi anak saya ?
(351) ANTO :
Sekarang ?
(352) IRNA & YANG LAIN :
Huuuu …
(353) MARJUKI :
Nanti, setelah lulus kuliah dong.
(354) ANTO :
Marni, siap jadi anggota Dharma Wanita ?
(355) MARNI : ( MALU )
Idih, Apaan siihh… masa harus dibahas sekarang ?
PENUTUP
( ANTO MENGGANDENG MARNI DAN MENYANYI BERSAMA )
MARNI: ( MENYANYI )
BILANG PAPA KU
KAU TAK KAN BUAT KU
BERUBAH MENJADI
ANAK YANG NAKAL
ANTO: ( MENYANYI )
BILANG PAPA MU
KU CINTA PADA MU
DAN AKU TAK PERNAH MAIN-MAIN
SEMUA : BIARKANLAH SAJA DULU
KITA JALAN BERDUA
MEREKA PUN PERNAH MUDA
SAATNYA KAU DAN AKU SEKARANG
LAMPU PADAM PERLAHAN
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar